Rabu, 10 Desember 2014

Asal mula kota Sampit

Ketika saya masih kecil, orang-orang dewasa disekeliling saya kadang secara bergurau menanyakan Sampit itu di mana???? Sampai sekarang, saya masih belum bisa menemukan di mana lokasi yang bernama Sampit berada.

Dalam daftar nama kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Tengah, kota Sampit tidak ada, yang ada cuma nama Kotawaringin Timur a.k.a Kotim yang berstatus kabupaten. Di dalam daftar nama daerah di Kab. Kotim sendiri tidak ada kecamatan, desa atau kelurahan yang bernama Sampit, selain kecamatan Teluk Sampit yang berinduk di desa Ujung Pandaran (tentu bukan ini kota Sampit yang saya cari ^_^).

Akhirnya, amun kada tesalah sekitar tahun 2012 atau 2013 saya mendapatkan jawaban dari sebuah harian terkenal di kota ini. Ternyata, Kota Sampit yang telah sekian lama saya gunakan dan sebut-sebut sebagai daerah kelahiran saya, baru dalam tahap wacana pembentukan. Kalo saya salah tolong diluruskan ya, hehehe....


Pas cari-cari di Google, sekalinya ada macam-macam cerita tentang sejarah Sampit ini. Mulai yang bentuknya sejarah, sampai yang berupa legenda masyarakat.

Kayapa kesahnya jar?

Versi Pertama menyatakan bahwa, orang pertama yang membuka daerah kawasan Sampit pertama kali adalah seseorang yang bernama Sampit yang berasal dari Bati-Bati, Kalimantan Selatan sekitar awal tahun 1700-an. Sebagai bukti sejarah, makam “Datu” Sampit sendiri dapat ditemui di sekitar Basirih. “Datu” Sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm. “Datu” Djungkir dan “Datu” Usup Lamak.

Makam keramat “Datu” Djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit dengan nisan bertuliskan Djungkir bin Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih.

Menurut sumber lainnya, kata Sampit berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti “31” (sam=3, it=1). Disebut 31, karena pada masa itu yang datang ke daerah ini adalah rombongan 31 orang Tionghoa yang kemudian melakukan kontak dagang serta membuka usaha perkebunan (Masdipura; 2003).

Hasil usaha-usaha perdagangan perkebunan ketika itu adalah rotan, karet, dan gambir. Salah satu areal perkebunan karet yang cukup besar saat itu yakni areal di belakang Golden (sekarang BRI Unit Pasar Inpres) dan Kodim saat ini.

Kerajaan Sungai Sampit

Versi lainnya, menurut legenda rakyat setempat, Sampit pada masa itu berbentuk sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sungai Sampit dan diperintah oleh Raja Bungsu. Sang raja memiliki dua orang anak yaitu Lumuh Sampit (laki-laki) dan Lumuh Langgana (perempuan). Konon, kerajaan Sungai Sampit akhirnya musnah akibat perebutan kekuasaan antara saudara kandung tersebut.

Lokasi kerajaan

Lokasi kerajaan Sungai Sampit ini diperkirakan sekitar perusahaan PT. Indo Belambit sekarang (Desa Bagendang Hilir). Beberapa tahun lampau, tiang bendera kapal bekas kerajaan yang terbuat dari kayu ulin besar masih ada dan terkubur lumpur di bawah dermaga PT Indo Belambit tersebut. Bukti-bukti lain yang menguatkan dugaan ini, bahwa di lokasi tersebut pernah pula ditemukan pecahan keramik takala dilakukan penggalian alur parit. Bukti ini kian menguatkan dugaan bahwa di lokasi ini pernah ada Kerajaan Sungai Sampit yang pada masa itu sudah mengadakan kontak dagang dengan bangsa-bangsa luar seperti dari Tiongkok, India bahkan Portugis.

Puteri Junjung Buih

Diperkirakan, Kerajaan sungai Sampit berdiri pada masa kekuasaan Dinasti Ming di Tiongkok (abad ke-13). Hal ini dapat dicermati dari ramainya lalu lintas perdagangan dari Tiongkok yang demikian maju sampai kemudian runtuhnya Dinasti Ming dan mereka banyak yang lari kearah selatan (Kalimantan). Diceritakan pula, bahwa Puteri Junjung Buih, istri dari Pangeran Suryanata, pernah pula berkunjung ke kerajaan sungai Sampit. Seperti diketahui, Pangeran Suryanata (berkuasa antara 1400-1435) adalah seorang pangeran dari kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Wirakarrama Wardhana sekitar 1389-1435 (Masdipura; 2003).

Negarakertagama (1365)

Bila ditelisik lebih jauh, Kerajaan Sungai Sampit ini usianya lebih tua dari Negara Dipa (abad ke-14),sehingga di buku Negarakertagama, Kesultanan Banjar (1526) tidak tertulis karena merupakan dinasti penerus dari Kerajaan Negara Dipa, kerajaan Hindu yang terletak di tepi sungai Tabalong. Terbukti pula, kala Putri junjung Buih hendak dikawinkan dengan Pangeran suryanata,40 kerajaan besar dan kecil pada waktu itu bermufakat untuk menyerang Negara Dipa. Namun, mereka dapat ditaklukkan dan sejak itulah kerajaan-kerajaan itu menjadi vazal Kerajaan Banjar. Bukti-bukti ini dapat ditelusuri pada Traktat Karang Intan di mana Sampit sebagai salah satu wilayah yang diserahkan kepada VOC.

Kota Sampit juga pernah disebut-sebut di dalam buku kuno Negarakertagama. Pada masa itu disebutkan, terutama pada masa keemasan Kerajaan majapahit, yang diperintah oleh Raja Hayam Wuruk dengan mahapatihnya yang tersohor yaitu Gajah Mada.Di salah satu bagian buku yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365 itu disebutkan, bahwa pernah dilakukan ekspedisi perjalanan Nusantara di mana salah satu tempat yang mereka singgahi adalah Sampit dan Kuala Pembuang.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Sampit#Batang_danum_kupang_bulan

Minggu, 30 November 2014

Sampit, riwayatmu kini...

 Maket ikon Kotim (Patung Jelawat)

Pertama bikin posting nih, kalo ada yang aneh atau "kada" singkron tolong dimaklumi az ya ^-^
Sempat bingung dari kemarin, mau diisi apa blog ni. Akhirnya saya teringat, ada yang unik dari  pembangunan Kotawaringin Timur a.k.a Sampit City di era SAHATI.

Pernah sekali aku pergi..., pas stop di lampu merah dekat gedung KNPI, di pagar ada spanduk tulisannya "Sampit Kota Seribu Kubah", backgroundnya gambar kubah-kubah masjid, entah apa nama dan di mana lokasinya.Kepikiran juga nih, apa bupati mau bikin masjid banyak-banyak di Kotim????

Tidak lama berselang, banyak proyek mulai jalan baik rehab ataupun bangunan baru berupa gedung, gapura, bundaran, pagar, taman dll. yang semuanya ditambahkan dome alias kubah. Naaahhh... taunya ini kamsudnya kota seribu kubah. Kirain mau bangun masjid banyak-banyak, taunya memang cuma kubahnya aja yang mau dibikin seribu hehehe.....

Tadinya harapan saya, maksud seribu kubah itu yang dibangun bukan hanya kubah fisik berupa bangunan atau monumen dsb, tapi nilai keimanan dan ketaqwaan sebagai filosofis dari kubah (IMO) yang selalu mengingatkan kita kepada Masjid, tempat kita umat muslim beribadah lah yang lebih utama untuk dibangun.

Tapi lupakan aja masalah kubah, ada satu yang menurut saya bukan cuma menarik, tapi KEREEEENNN... yaitu pembangunan taman patung ikan jelawat (Jelawat Park - bukan nama resmi, tapi karangan saya sendiri biar mirip Merlion Park ^_^). Jelawat ini lagi gencar dipromosikan untuk jadi ikon/ciri khas Kabupaten Kotawaringin Timur alias Sampit. Kalo kita lihat gambar di atas, sepintas ingat sama negara kota yang jadi target wisata belanja kebanyakan orang Indonesia. Yap betul, Singapura dengan Merlionnya. orang yang ke Singapura "kada" afdol kalo belum foto bareng Merlion. Nah,,, di Sampit ini, diharapkan ada juga ciri yang menandakan orang pernah ke Sampit, yaitu Jelawat Park.

Kada lawas lagi, kita bisa menikmati bentuk real dari ikon Kotawaringin Timur ini, soalnya yang saya lihat, pembangunannya sudah mencapai lebih dari 75%. Terlepas dari pro dan kontra pembangunan patung jelawat ini, sebagai warga Kotim saya tetap merasa perlu dan harus mengucapkan terima kasih kepada SAHATI, atas idenya membangun ikon kota ini. Semoga patung ikan jelawat ini bisa menjadi tempat wisata baru di Sampit yang akan menambah daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke kota Sampit tercinta ini.